Sesungguhnya orang-orang yang mentakwil ayat-ayat sifat, dia berada di dalam 4 kesesatan sekaligus, iaitu ta’wil, ta’thil, takyif dan tasybih. Walaupun mereka mengatakan bahwa mereka mentakwil dengan maksud untuk tanzih. Orang yang mentakwil sifat tangan (yad) contohnya dengan makna kekuasaan atau kekuatan, sesungguhnya mereka telah:
1. Mentiadakan (ta’thil) makna tangan bagi Allah, dimana Allah menetapkan makna tangan bagi diri-Nya.
2. Mentasybih sifat tangan Allah dengan makhluk-Nya, iaitu dengan cara meniadakannya, sebab jika ditetapkan sifat tersebut, maka Allah seperti makhluknya.
3. Mentakyif sifat tangan bagi Allah, iaitu dengan cara tidak menetapkannya, yang mana jika menetapkan sifat tersebut, maka mereka tidak mampu menjangkau hakikatnya sedangkan kekuasaan mampu mereka jangkau.
4. Menta’wil kata tangan dengan makna lainnya, hal ini juga mengindikasikan bahwa hakikat tangan itu sendiri adalah ada. Karena Allah menggunakan kata tangan itu sendiri.
Lantas, mengapa anda mentakwil makna tangan bagi Allah dengan makna kekuasaan atau kekuatan?? Jika anda mengatakan dengan maksud makna tanzih (mensucikan) sifat Allah dari tajsim atau tasybih, maka kami tanyakan kepada anda? Mengapa anda tidak menetapkan tangan bagi Allah namun anda menetapkan sifat kekuatan atau kekuasaan??
Jika dijawab, Allah berhak atas sifat sempurna berkuasa dan kekuatan, namun tidak layak disifati dengan memiliki tangan, sebab nanti seperti makhluknya.
Kami tanyakan kepada anda kembali, siapakah yang lebih tahu tentang Allah?? Tentunya pasti dijawab Allah. Lantas mengapa anda lantang meniadakan sifat yang Allah sifatkan sendiri bagi diri-Nya.
Siapakah makhluk yang paling mengetahui tentang Allah? Pasti dijawab, Rasulullah. Lantas mengapa anda meniadakan apa yang ditetapkan oleh Rasulullah. Apakah anda merasa lebih ’alim daripada Allah dan rasul-Nya?!!
Jika mereka menjawab : Kami tidak menetapkan sifat tersebut bagi Allah, melainkan supaya Allah memiliki kesempurnaan dan sebagai tanzih bagi Allah dari segala sifat kekurangan.
Maka kami katakan : Atas dasar apa anda mengatakan sifat tangan adalah sifat kurang bagi Allah?? Bukankah Allah dan rasul-Nya sendiri yang menetapkan sifat tangan bagi Allah?!! Apakah anda lantang untuk kesekian kalinya merasa lebih alim dari Allah dan Rasul-Nya.
Jika mereka mengatakan, kalau Allah disifatkan dengan tangan maka Allah akan seperti makhluk-Nya.
Maka kami katakan : Berarti anda yang mentasybih atau mentamtsil Allah, karena Allah sendiri yang menetapkan sifat tangan bagi-Nya dan Ia sendiri menyatakan : ”Tidak ada yang serupa dengan-Nya”. Bukankah manusia juga punya kekuasaan dan kekuatan?? Lantas mengapa tidak anda katakan bahwa jika Allah ditetapkan dengan kekuatan dan kekuasaan maka Allah akan seperti makhluk-Nya??
Jika mereka menjawab : Karena Allah layak ditetapkan dengan kekuatan dan kekuasaan namun tidak layak dengan tangan. Karena kalau ditetapkan dengan tangan maka berkonsekuensi tajsim dan tasybih bagi Allah.
Maka kami jawab : dasar apa anda mengatakan Allah layak bersifat demikian dan tidak layak demikian?!! Apakah anda memikiki dalil yang Allah dan Rasul-Nya sebutkan?!! Maka kami katakan lagi, anda tidak punya dalil melainkan berangkat dari pemahaman akal anda!!! Bukankah manusia memiliki tangan?? Juga bukankah manusia memiliki kekuasaan dan kekuatan?!! Lantas mengapa anda hanya mengatakan kalau Allah memiliki tangan maka Allah seperti makhluk-Nya, padahal makhluk-Nya juga punya kekuasaan dan kekuatan?!!
Jika mereka berkilah : Kekuasaan dan kekuatan makhluk terbatas dan berbeda dengan kekuasaan dan kekuatan Allah.
Maka kami katakan, demikian pula tangan Allah berbeda dengan tangan makhluk-Nya. Allah sendiri yang menetapkan tangan bagi diri-Nya maka Ia berhak untuk mendapatkan sifat tangan bagi diri-Nya, dan tangan Allah berbeda dengan tangan makhluk-Nya sebagaimana kekuatan dan kekuasaan Allah berbeda dengan makhluk-Nya. Falillahi hamdu, sesungguhnya pemahaman anda adalah pemahaman yang lemah dan pemahaman kami adalah pemahaman yang selamat dan sehat.
Jika mereka masih berkilah : Sifat Allah di dalam al-Qur’an atau Sunnah nabi-Nya adalah majaz, sebagaimana perkataan orang arab : Ja’a asadun yang memiliki dua makna, yaitu singa sebenarnya yang datang atau orang yang pemberani yang disifati seperti macan.
Maka kami jawab, majaz adalah perkara yang baru di dalam agama, dan al-Qur’an diturunkan dengan kalam yang tegas dan jelas, melainkan hanya sebagian kecil saja yang mutasyabihat. Pernyataan anda bahwa ayat sifat adalah ayat mutasyabihat adalah seperti pernyataan mu’tazilah. Sesungguhnya ayat sifat bagi Allah adalah muhkam maknanya dan mutasyabihat hakikatnya. Bukan mutasyabihat makna dan hakikatnya.
Menyatakan di dalam al-Qur’an terdapat majaz sama artinya mengatakan al-Qur’an diturunkan dengan keraguan makna. Karena majaz mengundang interpretasi yang berbeda dari setiap manusia yang membacanya. Dan ini jelas suatu kebathilan. Sesungguhnya Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab yang lugas lagi mudah difahami, tidak terkandung majaz di dalamnya.
Adapun contoh majaz yang anda kemukakan, seperti Ja’a asadun maka yang harus difahami adalah kata asad sendiri memiliki makna hakiki seekor singa, maka orang yang menakwil kata singa pada hakikatnya mereka menetapkan makna singa itu sendiri dikarenakan mereka memiliki gambaran singa. Sehingga mereka mengatakan bahwa asad yang dimaksud di sini orang yang pemberani bagaikan singa.
Juga harus difahami, majaz datang di dalam bahasa harus memiliki qorinah yang mendukung terjadinya pemalingan makna dari makna zhohir ke makna selainnya. Oleh karena itu, jika ada orang berkata : Ja’a asadun tanpa ada qorinah sedikitpun yang menunjukkan adanya pemalingan makna asad ke makna lainnya, maka memalingkannya adalah suatu kebodohan dan kebatilan. Namun jika ada qorinah yang menyertai, dalam konteks tertentu maka majaznya benar. Wallahu a’lam.
Dinukil dari "Himpunan Risalah" Maktabah Abu Salmah edisi CHM Book: http://www.abusalama.wordpress.com
Tiada ulasan:
Catat Ulasan