Sabtu, 20 September 2008

UCAPAN "SESUNGGUHNYA ALLAH BERADA DI MANA-MANA."

Pertanyaan:

Saya teringat sebuah kisah di salah satu station radio saat salah seorang anak bertanya kepada ayahnya tentang Allah, lalu ayahnya menjawab bahwa Allah berada di setiap tempat (di mana-mana). Pertanyaan yang ingin saya ajukan, "Bagaimana hukum syariat terhadap jawaban yang seperti ini?"


Jawapan dari Syeikh 'Utsaimin Rahimahullah:

Itu adalah jawaban yang batil dan termasuk ucapan ahli bid'ah seperti Jahmiyyah, Mu'tazilah dan orang yang sejalan dengan madzhab mereka.

Jawaban yang tepat dan sesuai dengan manhaj Ahlussunnah wal Jamaah adalah bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala berada di langit, di Arasy, di atas seluruh makhlukNya dan ilmuNya meliputi semua tempat sebagaimana yang didukung oleh ayat-ayat al-Qur'an, hadits-hadits Nabi dan ijma' ulama Salaf. Di dalam al-Qur'an, Allah berfirman:


إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ


"Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arsy." (Al-A'raf: 54).

Hal ini ditegaskan oleh Allah dengan mengulang-ulangnya dalam enam ayat yang lain di dalam kitabNya.

Makna istiwa' menurut Ahlussunnah adalah tinggi dan naik di atas Arasy sesuai dengan keagungan Allah Subhanahu Wa Ta'ala , tidak ada yang mengetahui caranya selainNya. Hal ini sebagaimana ucapan Imam Malik ketika ditanya tentang hal itu:


اَلاِسْتِوَاءُ مَعْلُوْمٌ، وَالْكَيْفُ مَجْهُوْلٌ، وَاْلإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسَّؤُالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ


" Istiwa' itu dimaklumi sedangkan caranya tidak diketahui, beriman dengannya adalah wajib dan bertanya tentangnya adalah bid'ah."

Yang dimaksud oleh beliau adalah bertanya tentang bagaimana caranya. Ucapan semakna berasal pula dari syeikh beliau, Rabiah bin Abdurrahman. Demikian juga sebagaimana yang diriwayatkan dari Ummu Salamah. Ucapan semacam ini adalah pendapat seluruh Ahlussunnah; para sahabat dan para tokoh ulama Islam setelah mereka.

Allah telah menjelaskan dalam ayat-ayat yang lain bahwa Dia berada di langit dan di ketinggian, seperti dalam firman-firmanNya:


فَالْحُكْمُ لِلَّهِ الْعَلِيِّ الْكَبِيرِ


"Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Maha tinggi lagi Maha besar." (Ghafir: 12).


إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ


"KepadaNyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih dinaikkanNya." ( Fathir: 10).


وَلا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ


"Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha tinggi lagi Maha besar." (Al-Baqarah: 255).


أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ


"Apakah kamu merasa terhadap Allah yang di langit bahwa Dia menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang." (Al-Mulk: 16).


أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ


"Atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatanKu." (Al-Mulk: 17)

Allah telah menjelaskan secara jelas dalam banyak ayat di dalam kitabNya yang mulia bahwa Dia berada di langit, di ketinggian dan hal ini selaras dengan ayat-ayat berkenaan 'istiwa''.

Dengan demikian, diketahui bahwa perkataan ahli bid'ah bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala berada di setiap tempat (di mana-mana) tidak lain adalah sebatil-batil perkataan. Ini pada hakikatnya adalah madzhab 'al-Hulul' yang diada-adakan dan sesat bahkan merupakan kekufuran dan pendustaan terhadap Allah Subhanahu Wa Ta'ala serta pendustaan terhadap RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam di mana secara shahih bersumber dari beliau menyatakan bahwa Rabbnya berada di langit, seperti sabda beliau:


أَلاَ تَأْمَنُوْنِيْ وَأَنَا أَمِيْنُ مَنْ فِي السَّمَاءِ؟


"Tidakkah kalian percaya kepadaku padahal aku ini adalah amin (orang kepercayaan) Dzat Yang berada di langit?" (Shahih al-Bukhari, kitab al-Maghazi, no. 4351; Shahih Muslim, kitab az-Zakah, no. 144, 1064).

Demikian pula yang terdapat di dalam hadits-hadits tentang Isra' dan Mi'raj serta selainnya.


Rujukan:

Majalah ad-Da'wah, vol.1288, Fatwa Syaikh Ibnu Baz.

Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, penerbit Darul Haq.

Sumber: http://www.fatwa-ulama.com

Tiada ulasan:

Catat Ulasan