Isnin, 9 Jun 2008

Apakah Syaikh al-Imam Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullahu memberontak dari Khilafah Utsmaniyah??

Oleh: Abu Salma bin Burhan al-Atsari

Mereka menuduh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab khuruj (keluar dari ketaatan/memberontak) terhadap Daulah Utsmaniyah dan memeranginya. Pembesar Hizbut Tahrir, Abdul Qodim Zallum ghofarallahu lahu (semoga Allah mengampuninya) mendakwakan bahwa gerakan Wahabiyyah merupakan diantara penyebab runtuhnya Daulah Utsmaniyah. Dia berkata: Inggris berupaya menyerang negara Islam dari dalam melalui agennya, Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud. Gerakan Wahhabi diorganisasikan untuk mendirikan suatu kelompok masyarakat di dalam negara Islam yang dipimpin oleh Muhammad bin Saud dan dilanjutkan oleh anaknya, Abdul Aziz. Inggris memberi mereka bantuan dana dan senjata.


Sebelum menjawab tuduhan ini, maka lebih baik jika kita simak terlebih dahulu perkataan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab tentang wajibnya mendengar dan ta’at kepada imam kaum muslimin, baik yang fajir maupun yang sholih, selama di dalam perkara yang ma’ruf bukan kemaksiatan.


Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Qoddasallahu ruhahu (semoga Allah mensucikan ruhnya) berkata di dalam risalahnya terhadap penduduk Qoshim :


وَأَرَى وُجُوْبَ السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ ِلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ بَرِّهِمْ وَفاَجِرِهِمْ مَا لَمْ يَأْمُرُوْا بِمَعْصِيَةِ اللهِ وَمَنْ وَلِيَ الْخِلاَفَةَ وَاجْتَمَعَ عَلَيْهِ النَّاسُ وَرَضُوْا بِهِ وَغَلَبَهُمْ بِسَيْفِهِ حَتىَّ صَارَ خَلِيْفَةً وَجَبَتْ طَاعَتُهُ وَحَرُمَ الْخُرُوْجُ عَلَيْهِ .


“Aku berpendapat bahwa mendengar dan ta’at kepada pemimpin kaum muslimin baik yang fajir maupun yang sholih adalah wajib, selama di dalam perkara yang mereka tidak memerintahkan untuk bermaksiat kepada Alloh. Juga kepada penguasa khilafah yang umat bersepakat atasnya dan meridhainya, ataupun yang menggulingkan kekuasaan dengan pedangnya hingga dirinya menjadi khalifah, maka wajib taat kepadanya dan haram memberontak darinya.”


Beliau rahimahullahu juga berkata :


الأَصْلُ الثَّالِثُ : أَنَّ مِنْ تَمَامِ اْلاِجْتِمَاعِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ لِمَنْ تَأَمَّرَ عَلَيْنَا وَلَوْ كاَنَ عَبْداً حَبَشِيّاً


“Pokok yang ketiga adalah : termasuk kesempurnaan ijtima’ (bersatu) adalah mendengar dan ta’at kepada siapa saja yang memimpin kami walaupun dia adalah seorang budak dari Ethiopia…”


Setelah kita simak penuturan syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu tentang kewajiban mendengar dan ta’at terhadap imam kaum muslimin, baik dia seorang yang fajir maupun sholih –selama bukan dalam kemaksiatan-, maka kita telah mendapatkan suatu jawaban penting dari syubuhat dan tuduhan mereka, yaitu bahwa Syaikh tidaklah beraqidah khowarij (aliran yang mengkafirkan kaum muslimin yang melakukan dosa besar) dan beliau tidak pernah mengajarkan untuk memberontak kepada penguasa kaum muslimin.


Lantas bagaimana tuduhan yang demikian ini bisa muncul? Maka kami jawab : Tuduhan ini muncul dikarenakan kebodohan mereka terhadap Tarikh/sejarah Utsmani ataupun kebodohan mereka terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullahu. Tuduhan ini juga muncul dikarenakan kedengkian mereka terhadap dakwah yang mubarokah ini dan karena kebodohan mereka yang sangat terhadap tauhid yang merupakan asas dakwah para nabi dan rasul.


Abdul Qodim Zallum ghofarallahu dan selainnya menutup mata dari sejarah Utsmani. Apakah mereka tidak tahu –atau pura-pura tidak tahu- bahwa Daulah Utsmaniyah tatkala itu terbagi menjadi 32 iyalah (distrik) termasuk di dalamnya wilayah arab terbagi menjadi 14 distrik dimana Nejd tidaklah termasuk di dalamnya. Fadhilatus Syaikh DR. Sholih al-Abud hafizhahullahu berkata :


“Nejd bukanlah termasuk bagian dari pengaruh Daulah Utsmaniyah, kekuasaannya tidak sampai kepadanya dan penguasa Utsmaniyah tidak pernah datang di Nejd. Tidak pernah pula pasukan Turki datang menembus negeri ini di zaman sebelum munculnya dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullahu. Dan yang menunjukkan hakikat kebenaran sejarah ini adalah ketetapan pembagian wilayah administrasi Utsmaniyah yang terdapat di dalam risalah Turki yang berjudul “Undang-undang Utsmaniyah yang mencakup daftar perbendaharaan negeri”, yang ditulis oleh Yamin Ali Afandi, petugas yang menjaga daftar ‘al-Khoqoni’ pada tahun 1018 H. (1609 M.). Risalah ini menjelaskan bahwa semenjak awal abad ke-11 Hijriah, Daulah Utsmaniyah terbagi menjadi 32 distrik diantaranya 14 distrik wilayah Arab dan Negeri Nejd tidaklah termasuk bagiannya kecuali Ihsa’, jika kita menganggapnya sebagai bagian dari Nejd…”


Adapun tuduhan Zallum kepada Alu Su’ud sebagai antek Inggris dan dikatakan bahwa Alu Su’ud memberontak kepada Daulah Utsmaniyah, ini menunjukkan kejahilan Zallum kepada sejarah. Abdullah bin Su’ud menulis surat yang berisi pujian kepada Sultan Mahmud al-Ghozi sebagai berikut :


“Dengan nama Alloh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.. Segala puji hanyalah milik Alloh yang menjadikan bagi penyakit akut ada obatnya, yang mencegah dan menangkis niat buruk musuh-musuh (agama) dengan perdamaian dan perbaikan, yang mana kedua hal ini merupakan penghalang terjadinya kekacauan yang membinasakan. Sholawat dan Salam semoga senantiasa tercurahkan kepada makhluk yang paling mulia dan yang paling suci, Muhammad penutup para nabi, yang menyampaikan sebaik-baik berita. Wa ba’d, Saya thowaf mengelilingi Ka’bah, yang merupakan cita-cita seorang hamba, yang mana (Ka’bah ini) merupakan ambang pintu negeri kami yang merupakan poros tujuan setiap daerah yang ada, yang merupakan ruh dari jasad alam semesta sebagai tempat berlezat-lezat orang-orang Hijaz dan Badui, yang menjadi tempat transit bagi orang-orang yang melakukan perjalanan baik pada sore maupun pagi hari, (wahai) orang yang memberi arahan, manusia yang menjadi pengelihatan bagi mereka, yang mana orang yang gelisah dapat tertidur pulas di bawah naungannya, yang mana orang yang berakal dan bijaksana kembali di bawah pengayomannya, yang mana akhlaknya lebih halus daripada hembusan semilir angin di pagi hari, dan karisma yang menarik para pelayar untuk datang, (wahai) sultan dua daratan dan raja dua samudera, yang muncul pandangannya dari tempat yang tinggi, (wahai) Sultan putera dari Sultan, Tuan kami Sultan Mahmud al-Ghozi, Saya menghaturkan permintaan saya dengan permohonan yang amat sangat, yaitu apabila hambamu ini dari kaum muslimin, (memohon dirimu agar) tiada henti-hentinya memenuhi syarat-syarat Islam, yaitu meninggikan kalimat syahadat, menegakkan sholat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan pergi haji ke Baitullah al-Haram, serta mencegah dari kezhaliman...”


Lantas bagaimana bisa dikatakan bahwa Alu Su’ud memberontak kepada khilafah, padahal mereka mengirimkan surat kepada pembesar-pembesar daulah Utsmaniyah, memuji mereka dan mengharapkan keadilan dari mereka, dikarenakan mereka dirongrong dan difitnah oleh kaum pendengki dan penfitnah.


Adapun dakwaan Abdul Qodim Zallum ghofarallahu lahu bahwa dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu merupakan penyebab runtuhnya Daulah Utsmaniyah, maka syaikh al-Allamah Mahmud Mahdi al-Istanbuli rahimahullahu berkata menjawab tuduhannya :


“Harusnya penulis ini (i.e. Zallum) menopang pendapatnya dengan dalil yang kuat dan kokoh, sebagaimana perkataan seorang penyair :


وإذا الدعاوى لم تقم بدليلها بالنص فهي على السفاه دليل


Jika para pendakwa tidak menopang dalilnya dengan dalil

Maka dia berada di atas selemah-lemahnya dalil


Dimana telah diketahui bersama bahwa sejarah telah menyebutkan bahwa Inggris menghalangi dakwah ini semenjak awal mula berdirinya, mereka khawatir akan kebangkitan Islam.”


Beliau rahimahullahu juga berkata :


“Sungguh keanehan yang dapat menyebabkan tertawa sekaligus menangis, bahwa Ustadz ini (i.e. Zallum) menuduh gerakan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab termasuk penyebab runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, dimana telah diketahui bersama bahwa gerakan ini berdiri pada sekitar tahun 1811 M. sedangkan Khilafah Utsmaniyah runtuh pada sekitar tahun 1922 M.”


Jika mereka mau obyektif dan adil, niscaya mereka mau membaca kitab-kitab sejarah Utsmaniyah dan menelaah penyebab runtuhnya Daulah Khilafah Utsmaniyah, bukannya malah menghantam dakwah mubarokah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, menuduh dan menfitnahnya dengan tuduhan dan fitnah yang keji, yang tidak berlandaskan hujjah dan dalil sedikitpun. Oleh karena itu kami menantang mereka yang menuduh demikian ini untuk menunjukkan kepada kami kitab sejarah Utsmaniyah yang ditulis oleh sejarawan obyektif yang membenarkan tuduhan mereka.


[Dinukil dari Himpunan Risalah Pembelaan Salafiyyah Terhadap Ulama Ahlus Sunnah,
Oleh: Abu Salma bin Burhan al-Atsari, Maktabah Abu Salma, HTTP://DEAR.TO/ABUSALMA, Edisi Ebook CHM, www.abusalma.wordpress.com]

Tiada ulasan:

Catat Ulasan